Restrukturisasi Kebijakan Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Di Provinsi Papua
Keywords:
Kebijakan Hukum Pidana, Tipikor, Hukum Adat PapuaAbstract
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bentuk upaya penegakan hukum pemberantasan tindak pidana korupsi di Papua kaitannya dengan pengelolaan dana Otonomi Khusus di Papua dan untuk merumuskan formulasi kebijakan hukum pidana korupsi yang berkolaborasi dengan pidana adat dalam mendukung penegakan hukum pemberantasan tindak pidana korupsi di Papua. Penelitian ini bertipe penelitian hukum normatif dengan pendekatan empiris atau socio legal, yang ditopang dengan pendekatan filosofi, pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus. Hasil penelitian menunjukan bahwa Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Provinsi Papua oleh Kepolisian Daerah Papua dan jajarannya, Kejaksaan Tinggi Papua dan jajarannya, Pengadilan Tipikor Jayapura, dan Komisi Pemberantasan Korupsi RI, telah dilaksanakan secara optimal, namun belum mampu membebaskan Papua dari masalah korupsi yang terus muncul. Penegakan hukum Tipikor yang hanya mengandalkan hukum positif melalui sanksi hukuman badan (penjara), penggantian kerugian Negara dan denda, terbukti belum mampu membebaskan masalah korupsi di tanah Papua dan Formulasi ideal penegakan hukum pemberantasan Tipikor di Provinsi Papua perlu melibatkan hukum pidana adat agar lebih optimal. Hukum pidana adat sebagai kearifan lokal (local wisdom) di Provinsi Papua sebatas “diakui” oleh negara, sepanjang menurut kenyataan masih hidup atau masih ada” sebagaimana rumusan Pasal 18B Ayat (2) UUD Tahun 1945, akan tetapi belum sampai pada bagaimana hukum adat, khususnya hukum pidana adat, berperan dalam penegakan hukum pemberantasan Tipikor. Padahal beberapa kasus Tipikor yang terjadi di Provinsi Papua menjerat penyelenggara Negara “orang Papua asli”, seperti Gubernur Papua non aktif Lucas Enembe, Bupati Mimika non aktif Eltinus Omaleng, dan Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak.